Timbulnya
lembaga pendidikan formal dalam bentuk sekolah-sekolah dalam dunia Islam
merupakan sebuah pengembangan yang diambil dari sistem pembelajaran dan
pendidikan yang berlangsung di masjid-masjid. Sejak awal telah berkembang dan
dilengkapi dengan sarana-sarana untuk memperlancar pendidikan dan pembelajaran
yang berlangsung didalamnya.
Diantara
faktor-faktor yang menyebabkan berdirinya sekolah-sekolah di luar masjid
adalah:
a) Halaqah (lingkaran) untuk
mengajarkan ilmu pengetahuan yang didalamnya terjadi diskusi dan perdebatan
yang kurang efektif. Disamping mengganggu orang-orang yang didalamnya sedang
beribadah, pembelajaran yang seperti ini juga kurang efektif karena kurang
adanya fasilitas yang tidak memadai. Keadaan yang seperti ini mendorong
pembelajaran yang tadinya menggunakan sistem halaqah (belajar di masjid) akan
dirubah ke luar lingkungan masjid.
b) Berkembangnya ilmu pengetahuan
juga, baik dari pengetahuan agama maupun pengetahuan agama, maka diperlukan
semakin banyak halaqah-halaqah yang diperlukan. Artinya akan menghabiskan
tempat yang sangat banyak dilingkungan masjid. Dengan alasan seperti ini maka
akan dipindahkan ke tempat yang lebih layak untuk digunakan sebagai proses
belajar mengajar.
Disamping itu
juga terdapat faktor-faktor yang lainnya yang menyebabkan para para penguasa
dan pemegang pemerintahan pada masa itu mendirikan sekolah-sekolah yang
terpisah dengan masjid. Diantaranya adalah:
1)
Pada masa Turki Utsmani mulai
berpengaruh dalam pemerintahan Daulah Abbasiyyah, dan untuk mempertahankan
kedudukan dalam pemerintahan, mereka berusahan menarik hati para kaum muslimin
pada umumnya dengan jalan memperhatikan pendidikan, pembelajaran dan pengajaran
bagi rakyat umum. Mereka berusaha mendirikan sekolah-sekolah di berbagai tempat
dan dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan.
2)
Selain untuk mendapatkan simpati
dari masyarakat pada umumnya, mereka mendirikan sekoalah karena ingin
mendapatkan ampunan dari Allah. Para pembesar Negara pada masa itu, dengan
kekayaannya, banyak yang hidup dalam kemewahan dasn sering berbuat maksiat.
Dengan mendirkan sekolah-sekolah dan membiayaianya, berarti mereka telah
mewaqafkan dan membelanjakan harta mereka dijalan Allah.
3) Para pembesar Negara pada masa itu
dengan kekayaannya telah berhasil mengumpulkan harta kekayaannya. Mereka
khawatir jika tidak diwariskan kepada anak cucunya yang nantinya akan menjadi
terlantar dan kekurangan pendidikan. Untuk menghindari hal tersebut, mereka
mendirikan madrasah-madrasah yang dilengkapi dengan asrama-asrama dan dijadikan
sebagai waqaf keluarga.
4) Disamping itu, didirikannya
madrasah-madrasah tersebut ada hubungannya dengan usaha untuk mempertahankan
dan mengembangkan aliran keagamaan dan para petinggi Negara yang besangkutan.
Dalam mendirikan madrasah ini mereka mempersyaratkan harus diajarkan
aliran-aliran keagamaan tertentu. Dengan demikian aliran keagamaan tersebut
akan berkembang dalam masyarakat.[1]
Dengan
berbagai alasan apapun jelas bahwa dengan berkembangnya pendidikan yang dalam
hal ini adalah madrasah, karena kaum muslimin telah mendapatkan kesempatan yang
banyak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih berkualitas.
Dengan begitu
sangat jelas bahwa pemerintah akan kebutuhan kepada pendidikan untuk
masyarakatnya menjadi salah satu tanggung jawab pemerintah Turki Utsmani.
Selain itu juga secara terperinci sistem dalam bidang pendidikan merupakan
basis dasar bagi Institusi pendidikan yaitu sistem pendidikan yang mengorganisir
sekolah dasar di sekitar masjid, dengan memberikan pelajaran religius yang
bersifat elementer kepada rakyat jelata, kemudian institusi yang lebih tinggi
lagi jangan melatih siswa baru guna memasuki tingkat yang lebih tinggi. Dengan
begitu pada masa kerajaan Turki Utsmani sudah memberlakukan tingkatan-tingkatan
dalam studi pendidikan hal ini tellihat pada penjelasan lain dari Stamford,
yaitu:
a) Kelas Kharij (luar) atau
elementary, madrasah menyajikan pelatihan dasar mengenai hal-hal paling
mendasar dari sains, tata bahasa Arab, logika, ilmu ukur, ilmu agama, dan
retorik.
b) Kelas dakhil (dalam) atau
intermediet, madrasah menyajikan pelatihan khusus ilmu pengetahuan, fiqh, dan
analisa al-Qur’an atau Tafsir.
c) Sekolah lanjutan membentuk
tingkatan yang paling tinggi dalam komplek sekolah. Dari sekolah lanjutan ini
para guru mulai menerima upah bagi guru yang terbaik.
d) Tingkatan yang paling tinggi,
yaitu siswa ditempatkan di kompleks suleymaniye, dimana para siswa menerima
pelatihan khusus mungkin yang paling tinggi, terutama mengenai hukum, ilmu
agama dan retorika.
Madrasah
Utsman yang pertama dibangun oleh Orhan di daerah Iznik pada tahun 1331 M.
Madrasah tersebut bertahan selama beratus-ratus tahun sepanjang kerajaan
Utsmani berkuasa sampai abad ke-16.
Adapun materi
yang disampaikan secara umum adalah semua cabang pelajaran Islam. Diantaranya
adalah kaligrafi, tata bahasa Arab, retorika (Balaghah), puisi atau sya’ir dan
ilmu pengetahuan logika, filsafat, ilmu perbintangan, ilmu tafsir, dokttrin
iman, sejarah nabi dan sahabat nabi, dasar hukum Islam, dan jurisprudensi,
seperti ilmu agama dan etika.
Pelajaran-pelajaran
tersebut akan diberikan secara bertingkat sesuai dengan tingkat masing-masing
siswa. Hal ini disepakati bersama seandainya dasar-dasar ilmu agama dijadikan
sebagai materi utama. Karena akan sangat membantu terbentuknya pendidikan yang
bernuansa Islam. Juga tidak lupa ilmu-ilmu yang yang bersifat tambahan, seperti
kedokteran, matematika, dan ilmu-ilmu eksak lainnya.
Adapun sumber
dana yang digunakan untuk membiayai anggaran pendidikan itu semua yaitu dengan
cara pemberlakuan sistem waqaf. Dengan demikian semua bentuk bangunan mulai
dari rumah sakit, gedung dan institusi lainnya yang dibangun disekitar masjid
semuanya disokong oleh sistem waqaf tersebut. Sejak masa kekaisaran Turki
Utsmani, wakaf telah menghidupi berbagai pelayanan publik, bangunan seni dan
budaya, termasuk yang remeh temeh, seperti wakaf untuk pemeliharaan
burung-burung di musim dingin. Tidak dipungkiri, wakaf Turki pernah menangguk
masa-masa keemasan, seperti yang tercermin dari berbagai sekolah, masjid,
gedung seni, gedung budaya, rumah sakit, perpustakaan, kompleks komersial,
hotel, dan sebagainya, yang dapat ditemukan hingga kini sebagai "monumen
hidup".[2]
Sedanglam operasionalnya
yaitu masing-masing madrasah diarahkan oleh mudarris sedangkan dana itu
diserahkan oleh pengurus waqaf untuk memelihara bangunan itu, mengadakan para
pelayan, memilih dan membayar para siswa untuk ditunjuk sebagai asistennya
untuk mengulangi dan menjelaskan kepada para siswa yang lain. Para siswa juga
telah dibayar gaji dan diberi tempat penginapan dan makanan secara cuma-cuma didalam
madrasah atau bangunan yang bersebelahan dengan dalam kompleks yang sama.
tentang perwakafan.
Sistem administrasi
pada masa itu sudah tertata dengan sedemikian rupa sehingga terlihat sangat
terstruktur, antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Artinya
administrasi pendidikan pada jaman Turki Utsmani sudah sangat tertata dengan
rapi.
[1] Zuhairini,
Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm.100-101.
[2] Fai.
Uhamka. ac.id/post.php?idpost. (diakses pada tanggal 17 Nopember 2008)
0 komentar:
Posting Komentar