1.Positivisme Aliran filsafat yang ditokohi oleh August Comte (1798-1857) ini merupakan aliran sebagai pusat ilmu pengetahuan jika dilihat dari sisi pendidikan atau manajemen pendidikan. Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu diluar fakta atau kegiatan di kesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Positivisme dalam ruang lingkup manajemen secara pandangan luar terletak pada unsure-unsur manajemen yaitu control atau pengawasan. Unsure-unsur manajemen ini merupakan hal yang harus dipersiapkan. Pengawasan, Stoner dari Mockler mendefinisikan pengawasan atau pengendalian sebagai upaya untuk menetapkan standart prestasi kerja dengan tujuan perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi untuk membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standart yang telah ditetapkan. Dengan adanya pengawasan, maka yang akan terjadi adalah keefektifan dan efisien kerja dalam memanajemen. Disisi yang lain Positivisme mempunyai cara pandang yang baru Bahwa segala sesuatu harus berdasar fakta-fakta yang dapat diteropong oleh panca indra. Tiap sesuatunya harus nyata. Namun demikian, manajemen pendidikan tidak bebas nilai sebagaimana ajaran positivistik. Karena itulah manajemen pendidikan menempati posisi yang cukup strategis dalam merespons perkembangan ilmu-ilmu sosial. Begitu pula dalam pendidikan, pengawasan terhadap pendidikan sangat dibutuhkan. Hal ini dilakukan untuk tetap menstabilkan hasil kerja/belajar. Karena dengan pengawasan out put atau hasil pendidikan akan sesuai dengan tujuan. 2.Interpretivisme Paradigma Interpretivisme menekankan cara pandang, pemahaman dan makna. Dalam manajemen pendidikan, interpretivisme berada pada bagaimana pendidikan diolah dan dimanej sedemikian rupa agar mencapai tujuannya. Contoh: fenomena UAN Nasional yang meresahkan hamper semua civitas akademik mulai dari siswa, orang tua, sampai pada perangkat sekolah, yang menuntut para guru untuk selalu bekerja keras agar murid-muridnya lulus dengan nilai yang memuaskan. Dengan cara memanej pendidikan maka “penekanan” terhadap siswa untuk lulus akan semakin besar dengan tidak menggunakan rekayasa-rekayasa dalam pendidikan. 3.Teori Kritis Dalam manajemen pendidikan tentunya ada rencana-rencana yagn ada dalam benak seorang menejer. Hal ini tidak cukup jika sebuah lembaga pendidikan hanya mengandalkan seorang manajer (kepala sekolah) untuk mengelola sebuah lembaga pendidikan. Tentunya selain dari ide dari benak kepala sekolah, ada gagasan atau ide-ide yang muncul dari bawahan untuk turut serta memajukan lembaga pendidikan. Kumpulan-kumpulan dari berbagai ide ini sangat bermanfaat sebagai awal perenanaan dimana nantinya akan digunakan untuk bahan baku alat, modal, dan tenaga untuk dijadikan bahan pertimbangan bersama. 4.Post Modernisme Perkembangan kemajuan jaman semakin membuat persaingan semakin banyak, bahkan dalam dunia pendidikan sekalipun. Jika tidak ada manajemen yang baru dan bersaing dengan yang lain dapat dipastikan sebuah lembaga pendidikan tidak akan maju dan akan berjalan ditempat. Maka dari itulah dibutuhkan semacam konsep dasar yang baru dari konsep-konsep yang telah lama digunakan atau banyak digunakan oleh lembaga pendidikan yang lain. Maka dari itu harus ada perubahan dari sebuah manajemen pendidikan, karena bagaimanapun besarnya sebuah lembaga pendidikan jika tidak diimbangi dengan manajemen yang bagus maka lamabat laun lembaga pendidikan akan merosot dengan tajam. 5.Prophetifisme Konsep pendidikan integrative antara ilmu umum dan ilmu agama yang baik adalah saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Fenomena yang terjadi pada pendidikan sekarang ini adalah kefanatikan terhadap bidangnya masing-masing. Ketika SD, SMP, dan SMA lebih mengunggulkan fisika, biologi, matematikanya misalnya, yang MI, MTs, dan MA lebih fanatik kepada Qur’an Hadits, fiqh, Sejarah. Hal ini tidak akan berkembang dengan pesat apabila dalam proses pendidikan terdapat hal-hal yang semacam itu. Seperti yang dikatakan Prof. Dr. Imam Suprayogo dalam pohon ilmunya, beliau berpendapat bahwa sesungguhnya semua ilmu itu berpatokan hanya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika hal ini diterapkan terhadap proses pendidikan, maka akan semakin memperkaya istilah pendidikan dan akan mereligiuskan semua bentuk keilmuan yang ada didunia ini. Seperti Ekonomi Islami, Psikologi Islami, Fisika Islami, kimia Islami, dll. Dengan adanya mazhab prophetivisme ini diharapkan akan dapat menintegralikan ilmu kepada yang lebih agamis. Pada akhirnya semua ilmu akan bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
0 komentar:
Posting Komentar