Regulasi pendidikan mengemukakan bahwa
pemerintah dalam menjalankan supervisi pada tingkatan satuan pendidikan
mempunyai dua objek sasaran, yaitu secara personal dan institusional. Secara
personal, hal itu terlihat pada model supervisi yang menyebutkan bahwa pengawas
bertugas membimbing dan melatih profesionalisme pendidikan dan tenaga
kependidikan lainnya di satuan pendidikan binaannya. Sedangkan secara
institusional menyebutkan bahwa pengawas bertugas meningkatkan kualitas 8
standar nasional pendidikan pada satuan pendidikan.
Sehubungan dengan hal itu, menurut
supardi ada lima tipe supervisi, yaitu:
1.
Tipe
Inspeksi
Tipe ini
merupakan tipe supervisi yang mewajibkan supervisor turun melihat langsung
hal-hal yang dikerjakan targer supervisi. Kegiatan supervisi yang menggunkan
tipe ini, apabila target supervisi melakukan dalam aktifitas kerjanya,
supervisor dapat menginformasikannya secara langsung kepada target supervisi
agar langsung menyadari kesalahannya dalam proses untuk mencapai tujuan
pendidikan sekolah.[1]
Ketika supervisor menjalankan tipe
ini, maka yang harus diperhatikan adalah:
a.
Supervisi tidak
boleh dilakukan berdasarkan hubungan pribadi maupun keluarga.
b.
Supervisi
hendaknya tidak kemungkinan terhadap perkembangan dan hasrat untuk maju bagi
bawahannya. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil, mendesak.
c.
Supervisi tidak
boleh menuntut prestasi di luar kemampuan bawahannya.
d.
Supervisi tidak
boleh egois, tidak jujur dan menutup diri terhadap kritik dan saran dari
bawaannya.[2]
2.
Tipe
Laisses Faire
Tipe ini target
supervisi diberikan kebebasan dalam menjalankan aktifitasnya. Sebab yang
dutamakan dalam supervisi model ini adalah hasil akhir sehingga supervisor
tidak begitu intens daslam memfokuskan proses kerja yang dilaksanakan target
supervisi. Selain itu apabila kita menggunakan tipe inii, supervisor tidak
boleh memaksakan kemauannya (otoriter) kepada orang-orang yang disupervisi.
Supervisor juga diharuskan
memberikan argumentasi atau alasan yang rasional tentang tindakan-tindakan
serta instruksinya. Hendaknya tidak menonjolkan jabatan atau kekuasaannya agar
tidak menghambat kreativitas bawahannya.[3]
3.
Tipe
Coersive
Tipe coersive
(paksaan) supervisor dalam melaksanakan tugasnya turut campur dalam mengembangkan
pendidiknya. Tipe supervisi seperti ini diperuntukan bagi para pendidik dan
tenaga kependidikan yang masih lemah daslam memahami tugas dan tanggung
jawabnya. Tipe seperti ini “terpaksa” dilakukan karena pendapat A. Sitohang
yang menyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia masih sangat dibutuhkan.
Karena ternyata dari hasil penelitian menunjukan masih banyak kekurangan dan
kelemahan yang masih harus diperbaiki, terutama dalam bidang pengetahuan,
kemampuan, dan ketrampilan yang sesuai dengan target organisasi. Dalam hal ini
adalah seperti lembaga pendidikan Islam.[4]
Dengan adanya tipe ini, diharapkan problem seperti ini akan cepat teratasi.
4.
Tipe
Training and Guidance
Tipe training
and guidance (pelatihan dan pendampingan) merupakan tipe supervisi yang
menekankan keefektifan target supervisi. Kegiatan supervisi dilaksanakan dengan
berbasis kepada pengembangan minat dan bakat target supervisi. Tipe training
and guidance ini cocok digunakan apabila target supervisi masih belum
berpengalaman dalam melaksanakan tugas keprofesian pendidikan. Namun, tipe ini
dapat diterapkan kepada target supervisi yang telah berpengalaman.
Agar tipe training and guidance ini
dapat dijalankan secara efektif, maka supervisor hendaknya juga menyiapkan
berbagai macam sikap yang bersinergi dengan tugasnya. Teori Kiyosaki, maka
beberapa sikap yang dibutuhkan supervisor tersebut antara lain:
a.
Supervisor
hendaknya bersikap positif terhadap segala macam persepsi baik yang positif
maupun negatif kepada dirinya.
b.
Supervisor
dituntut untuk dapat memimpin organisasi profesi pengawas untuk dapat
meningkatkan kinerjanya dalam hal pengawasan dan pemantauan baik secara
institusional (satuan pendidikan) maupun personal (pendidikan dan tenaga
kependidikan).
c.
Supervisor
hendaknya memiliki sikap yang superl dalam berkomunikasi kepada segenap stakeholders
pendidikan. Sikap yang aktif, efektif dan menyenangkan dalam berkomunikasi
akan memperlancar tugas supervisi. Sehinggak pencapaian target akan terealisasi
dengan tepat.
d.
Supervisor
harus bersikap berani terhadap usaha intimidasi atau tekanan dari pihak lain
dalam menjalankan tugas pengawasan dan pembinaan.
e.
Supervisor
dituntut bertanggung jawab atas hasil supervisi terhadap satuan pendidikan yang
dibinanya. Pertanggungjawaban atas hasil kerja merupakan indikasi bahwa
supervisor melakukan pembinaan dan pengawasan dengan baik kepada satuan
pendidikan yang dibinanya.[5]
5.
Tipe Demokratis
Keterlibatan
target supervisi sangat diandalkan dalam tipe supervisi demokratis. Hal utama
yang ingin dituju adalah adanya kerjasama pembinaan antara supervisor dan
target supervisor dan target supervisor. Langkah ini dilakukan agar target
supervisi ikut merasakan sendiri terhadap program supervisi yang dijalankan
kepadanya. Untuk itu, supervisor tidak boleh boleh bersifat otoriter dalam
menjalankan kegiatan supervisi.[6]
Keseluruhan tipe supervisi demokratis ini difokuskan ke dalam satuan pendidikan
meliputi manajemen kurikulum pembelajaran; kesiswaan; sarana prasarana;
ketenagaan; keuangan; hubungan sekolah dengan masyarakat dan layanan khusus.[7]
0 komentar:
Posting Komentar