Kemunculan
kerajaan Utsmani setidaknya perlu memahami dua hal, yaitu: (1) sosok yang
mempunyai andil dalam pendirian kerajaan Utsmani, (2) proses terbentuknya
kerajaan Utsmani.[1]
Kerajaan
Utsmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz. Sekitar abad kesembilan
atau kesepuluh mereka masuk Islam.[2] Setelah
mereka menetap di Asia Tengah tepatnya pada abad ke-13 M mereka terpaksa
melarikan diri dari serangan-serangan mongol ke daerah barat dan mencari
pengungsian di tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di
dataran tinggi Asia kecil. Di bawah pimpinan Arthagol, mereka mengabdikan diri
kepada Sultan Alauddin II selaku Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang
melawan Bizantium. Berkat bantuan dan kerjasama keduanya Sultan Alauddin mendapatkan kemenangan. Atas jasa baik itu, Sultan
Alauddin menghadiahi sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan
Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota
Syukud sebagai Ibu kota.[3]
Arthagol
meninggal dunia pada tahun 1289 M. kemudian kepemimpinan dilanjutkan oleh
putranya, Utsman. Putra Arthagol inilalah yang dianggap sebagai pendiri
kerajaan Utsmani. Utsman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sama halnya
dengan ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan
keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan
Broessea. Pada tahun 1300, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk dan Sultan
Alauddin terbunuh. Sejak itulah kerajaan Seljuk kemudian menjadi
terpercah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Utsmanpun menyatakan kemerdekaan
dan berkuasa penuh atas daerah yang dihuninya. Sejak itulah kerajaan Utsmani
dinyatakan berdiri dan dipimpin oleh Utsmani.[4]
Tidak salah
jika sejarawan Philip K. Hitti menyatakan bahwa kerajaan Utsmani didirikan di
atas keruntuhan kerajaan Seljuk. Karena mereka dapat terlepas dari
bayang-bayang kerajaan Seljuk menjadi kerajaan sendiri yaitu kerajaan Turki
Utsmani. Pada akhirnya kerajaan ini dapat memperluas wilayahnya setapak demi
setapak, terbukti mereka dapat menaklukkan berbagai kota. Seperti kota Broessa,
Azmir, Thawasyanti, Uskandar, Ankara, dan Gallipolli. Daerah-daerah tersebut
merupakan bagian Eropa yang pertama kali diduduki oleh kerajaan Utsmani.[5]
Negara ini
selalu diliputi oleh peperangan dan pada saat itu senantiasa dalam keadaan
genting. Ibukota Negara ini, pertama kali didirikan pada tahun 1326, adalah
Broessa. Mendekati tahun 1366, Emirat itu telah berkembang menjadi sebuah
kerajaan besar dan Adrianopel sebagai Ibukotanya. Penaklukan konstatinopel pada
1453 yang dipimpin oleh Muhammad II, sang penakluk (1415-1481) secara formal
mengantarkan Negara ini pada suatu era baru yang disebut dengan era kerajaan.
Raksasa baru
ini berdiri mengangkang di Bosporus, satu kakinya di Asia dan kaki lainnya di
Eropa. Perluasan wilayah yang ia jadikan tidak hanya pewaris kekaisaran
Bizantium, tetapi juga berkat hancurnya kekuatan mamluk mewarisi kekhalifahan
Arab. Pewarisan tanah dari Timur dan Barat ini diimbangi dengan pewarisan
berbagai pemikiran dan gabungan dari berbagai peninggalan itu merupakan fakta
yang paling nyata dalam sejarah Turki Utsmani.[6]
Sehingga
sampai sekarang bangsa Turki termasuk dalam bagian dua benua yaitu benua Eropa
dan benua Asia. Hal ini disebabkan karena sangat luasnya wilayah kekuasaan
Kerajaan Turki Utsmani sehingga mencakup dua benua tersebut.
[1] Istianah
Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam Untuk Perguruan Tinggi Islam dan Umum, (Malang:
UIN Malang Press, 2008), hlm. 122
[2] Loc, Cit.,
hlm. 129
[3] Ahmad
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Utsmani, (Jakarta:
Kalam Mulia, 1988), hlm. 2
[4] Badri Yatim,
Op. Cit.,hlm. 130
[5] Ibid,
hlm. 131
[6] Philip
K. Hitti, History Of The Arabs Rujukan Induk dan Paling Otoritatif Tentang
Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), 905-906
0 komentar:
Posting Komentar